Kematian
BAB 22
KEINDAHAN HIDUP
SETELAH MATI
1. Makna
Hidup dan Mati
Setiap manusia yang lahir ke dunia mengalami dua kali
mati dan dua kali hidup. Pada mulanya manusia diciptakan Tuhan dalam keadaan
mati, kemudian Tuhan menghidupkannya, kemudan mematikan, lalu menghidupkan kembali, kemudian dikembalikan
kepada-Nya [1]. Karena pada mulanya
berasal dari Allah maka akan kembali lagi kepada Allah [2].
Hidup yang pertama yaitu kehidupan dunia merupakan
kehidupan sementara yang dipenuhi dengan kepura-puraan dan permainan belaka [3] Kehidupan ini
dibatasi oleh ruang dan waktu, namun banyak manusia yang terperangkap oleh
kemilaunya hiasan duniawi sehingga membuat dia lupa bahwa kehidupan dunia itu
akan berakhir. Kehidupan dunia bukanlah bulatan bola yang tiada ujung dan tiada
pangkal. Hidup ini melangkah terus untuk menuju ke titik terakhir yanitu
kematian.
Pada hakekatnya kehidupan dunia diciptakan Allah untuk
menguji manusia, siapa diantara mereka yang lebih baik amalnya [4].
Kehidupan dunia sangat menentukan baik buruknya kehidupan di akhirat, karena
itu Rasulullah Saw mengatakan bahwa
kehidupan dunia merupakan majra’ah (ladang) bagi kehidupan
diakhirat. Artinya bila ladang itu
ditanami dengan berbagai tanaman yang bermanfaat dan dipeliharanya dengan baik,
maka kelak tanaman itu akan dapat dipanen dengan hasil yang memuaskan. Demikian
halnya dengan kehidupan dunia, apabila dalam kehidupan dunia ini kita gemar
melakukan amal saleh, maka sudah barang tentu kita akan memetik hasilnya di
akhirat berupa kebahagiaan dan keindahan hidup abadi setelah mati. Untuk menuju
kehidupan akhirat setiap manusia akan mengalami suatu peristiwa yang dikesankan
amat mengerikan yaitu kematian.
Setiap orang yang berakal mengakui dan menyadari bahwa
kematian adalah suatu keharusan bagi setiap yang bernyawa (Q.s, Ali
Imran/3:185), karena kematian merupakan sunatullah yang bersifat alamiah, dan
apabila ajal telah tiba tidak ada seseorangpun yang dapat menangguhkan atau
mempercepat walaupun hanya sekejap mata [5].
Pembicaraan tentang kematian pada umumnya bukanlah sesuatu yang
menyenangkan, dan hampir setiap orang merasa takut akan kematian, karena naluri
manusia ingin hidup selamanya sekalipun dililit oleh berbagai problematika
kehidupannya. Banyak faktor yang membuat seseorang enggan mati.
Ada orang yang enggan mati karena ia tidak mengetahui apa yang akan dihadapinya
setelah kematian; mungkin juga karena menduga bahwa yang dimiliki sekarang
lebih baik dari yang akan didapati nanti. Atau mungkin juga karena membayangkan
betapa sulit dan pedih pengalaman mati dan sesudah mati, bisa juga karena
khawatir memikirkan dan prihatin terhadap
keluarga yang ditinggalkan, atau karena tidak mengetahui makna hidup dan
mati [6].
Faktor yang paling dominan manusia enggan menghadapi kematian adalah karena
ketidak tahuan makna hidup dan mati. Banyak orang membayangkan betapa sulit dan
pedihnya pengalaman mati dan hidup sesudah mati.
Kematian dapat dipahami sebagai ketiadaan hidup di dunia karena berpisahnya
ruh dari jasad, bukan musnahnya kehidup
manusia secara abadi. Islam mengajarkan bahwa setelah terjadinya kematian akan
ada kehidupan kembali di alam lain yaitu alam akhirat. Di sini kematian dapat
dipahami sebagai awal dari kehidupan baru. Kematian bukanlah suatu akhir dari
segala persoalan hidup, melainkan sebagai awal dari persoalan hidup yang
sesungguhnya.
Argumentasi tentang adanya kehidupan sesudah mati
dapat dijelaskan dalam berbagai sudut pandang. Dalam sudut pandang logika hukum
tentang keadilan bahwa dalam kehidupan dunia tidak akan ditemukan keadilan sejati.
Misal seseorang, katakan si “X” telah berhasil menyalurkan dendamnya dengan
memfitnah si “Z” sehingga diponis hukuman 15 tahun dengan tuduhan telah
menghilangkan nyawa seseorang. Ketika si
“Z” sedang menjalani hukuman, dia mati dalam tahanan. Sementara si “X” yang
memfitnah bahkan dia yang sebenarnya sebagai pelaku pembunuhan itu dapat hidup
bebas tanpa ada tuntutan apa-apa karena kelicikannya bekerja sama dengan pihak
lain untuk menghilangkan jejak. Namun perlu diingat bahwa pada sauatu saat si “X” juga pasti akan mengalami kematian,
termasuk pak Polisi, pak Jaksa dan pak Hakim yang memponisnya. Persoalannya apakah dengan kematian si “Z”
dan semua oknum yang mendzaliminya sudah dianggap selesai kasus itu ? Tentu
tidak, karena bila kematian dipandang sebagai akhir dari segala persoalan hidup
manusia, di mana letak keadilan Tuhan? dan Tuhan tidak mungkin berbuat tidak
adil. Secara logika sederhana kasus di atas memerlukan penyelesaian secara
adil. Oleh sebab itu kehidupan sesudah mati merupakan suatu keniscayaan dalam
perjalanan kehidupan manusia.
Kehidupan sesudah mati merupakan awal dari suatu
perjalanan panjang dalam evolusi manusia, di mana manusia akan memperoleh
kehidupan dengan segala macam kenikmatan atau berbagai ragam siksa dan
kenistaan secara abadi. Kematian dalam ajaran Islam mempunyai peran yang sangat
besar dalam memantapkan aqidah dan menumbuhkembangkan semangat pengabdian
kepada Allah Swt. Tanpa adanya kematian, manusia tidak akan pernah berpikir
tentang apa yang akan terjadi sesudah mati dan tidak akan mempersiapkan diri
untuk menghadapinya. Rasulullah Saw senantiasa menganjurkan manusia untuk
senantiasa berpikir tentang kematian .
Di dalam al-Quran terdapat penjelasan bahwa kematian
bukanlah ketiadaan hidup secara mutlak, tetapi ia adalah ketiadaan hidup di
dunia, dalam arti bahwa manusia yang meninggal pada hakikatnya masih tetap
hidup di alam lain. Sebagaimana firman Allah ketika menginformasikan tentang
keadaan orang yang mati syahid:
Janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang
meninggal di jalan Allah bahwa mereka telah mati, sebenarnya mereka hidup,
tetapi kamu tidak menyadarinya" (Q.s Al-Baqarah/2:154).
Ayat
tersebut mengandung arti bahwa kematian itu hanya merupakan perpisahan ruh
dengan jasad. Jasad akan hancur kembali menjadi tanah, sedangkan ruh akan
mengalami kehidupan baru di alam akhirat. Keadaan ruh di alam akhirat sangat
tergantung pada bagaimana kehidupannya di dunia. Apakah dia orang-orang beriman
dan beramal saleh atau sebaliknya. Ruh orang beriman akan mendapatkan tempat
yang baik berupa nikmat kubur dan sorga tempat keindahan dan kebahagiaan hidup
yang abadi. Sedangkan ruh orang yang kafir akan mendapatkan balasan berupa
siksa kubur dan neraka tempat kenistaan yang abadi.
Bagi orang-orang beriman dan beramal saleh, kematian bukanlah sesuatu hal yang menakutkan dan mengerikan, karena betapapun kita takut akan mati, kematian itu pasti akan
menjemputnya. Bagi orang beriman dan
beramal saleh lebih suka menjemput kematian daripada dijemput kematian. Artinya
mereka betul-betul mempersiapkan diri dalam menghadpi kematian. Memang kematian itu tidak perlu ditakuti, yang harus kita takuti adalah
kematian suul khatimah yaitu kematian disaat sedang tidak
ingat kepada Allah atau sedang berbuat dosa, karena hal
itu bisa menyebabkan kesengsaraan yang abadi dalam kehidupan akhirat kelak.
Pesoalannya bagaimana kita berupaya agar kematian itu sebagai akhir dari segala
kejelekan sehingga alam kubur sebagai tempat peristirahatan yang terbaik dan
alam akhirat merupakan tempat kembali yang menyenangkan karena kebahagiaan dan
keindahan abadi.
2. Cara Menuju Kematian
Ada tiga tipe manusia dalam memadang kematian, yaitu ada yang memandang kematian itu sesuatu yang menyenangkan
dan indah, ada yang memandang kematian itu sesuatu
yang mengerikan, dan ada pula yang memandang kematian itu sesuatu yang biasa-biasa saja
seperti tidak ada beban dan tidak ada harapan apa-apa. Dari ketiga tipe di atas
menggambarkan bahwa ada tiga kelompok manusia dalam menuju kematian yaitu,
Pertama; dengan cara syahadah
yakni mati syahid. Orang yang menuju kematian dengan cara ini, memandang
kematian itu indah karena dia yakin bahwa iman dan amal salehnya akan segera
membawa dirinya bertemu dengan kebahagiaan yang telah dijanjikan Allah berupa
rahmat kubur dan sorga. Mereka menijemput kematian, bukan kematian menjemput
dirinya.
Kedua; dengan cara alamiah. Cara ini merupakan kematian yang lazim dialami manusia
pada umumnya, baik melalui penyakit yang mematikan, musibah kecelakaan atau
karena dimakan usia melalui proses penuaan secara alamiah. Dalam kasus seperti
ini, kematian menjemput mereka, siap atau tidak siap kematian memaksa dia untuk
segera menghadapinya.
Ketiga; dengan cara konyol seperti mati bunuh diri. Orang
yang menuju kematian sia-sia seperti ini nampaknya mereka menduga bahwa bunuh
diri merupakan cara efektif mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi dalam
hidupnya. Keputusan yang diambil oleh orang yang bunuh diri, bukanlah keputusan
yang tepat, karena keputusan itu bukan atas dasar pertimbangan akal sehat,
tetapi atas pertimbangan nafsu syaitan. Mereka seolah-olah menijemput kematian,
namun motivnya berbeda dengan orang yang mati syahid, karena orang yang bunuh
diri sesungguhnya mereka ingin lari dari anggung jawab. Mereka menduga bahwa
kematian seperti itu akan melepaskan dirinya dari tanggung jawab dalam
menyelesaikan segala persoalan hidupnya, padahal justru kematian dengan cara
itu sama dengan menyiksa diri untuk selamanya karena dia akan berada dalam
siksa yang abadi, baik sewaktu di alam kubur maupun di alam akhirat. Orang yang
mati dengan cara ini percerminan dari pribadi yang tidak bertanggung jawab pada
dirinya. Dalam syariat Islam mayat orang yang bunuh diri tidak boleh dirawat
sebagaimana layaknya merawat seorang
jenazah, kuburkan saja dia bagaikan binatang agar bau busuknya tidak mengganggu
penciuman orang yang hidup, karena dia telah menghilangkan dengan sengaja
nilai-nilai kemanusiaannya.
Proses kematian sebagaimana dijelaskan di atas, semuanya akan
mengalami yang disebut "sakarat al-maut"
yakni semacam hilangnya kesadaran yang diikuti oleh lepasnya ruh dari jasad.
Kondisi sakarat al-maut berbeda-beda pada setiap orang.
Bila diperhatiakan orang yang sedang
menghadapi sakarat al-maut kondisi fisiknya berbeda-beda, ada yang
sampai bercucuran keringat sambil mata
terbelalak, ada yang biasa-biasa saja seperti orang yang sedang tidur pulas,
bahkan ada orang yang melepaskan napas terakhirnya sambil tersenyum,
sebagaimana firman Allah :
Demi malaikat-malaikat yang mencabut nyawa dengan keras, dan demi malaikat-malaikat yang
mencabut nyawa dengan lemah lembut. (Q.s. Al-Naziat/79:1)
Ayat di atas memberikan isyarat kematian yang
menyakitkan bagi orang-orang yang kafir dan berdosa, dan kematian orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan, kondisi sakarat al-maut seperti di atas merupakan pencerminan
dari perbuatan seseorang semasa hidupnya,
Dalam sebuah hadits Nabi saw
dijelaskan bahwa:
Seorang
mukmin, saat menjelang kematiannya akan didatangi oleh malaikat sambil
menyampaikan dan memperlihatkan kepadanya apa yang bakal dialaminya setelah
kematian. Ketika itu tidak ada yang lebih disenanginya kecuali bertemu dengan
Tuhan. Berbeda halnya dengan orang kafir yang
juga diperlihatkannya kepadanya apa yang bakal dihadapinya, dan ketika
itu tidak ada sesuatu yang lebih dibencinya daripada bertemu dengan Tuhan". (H.R.Ahmad)
Dalam kaitannya dengan sakarat
al-maut, dalam ayat lain Allah menjelaskan:
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa Tuhan kami ialah Allah,
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada
mereka (dengan mengatakan), "Janganlah kamu merasa takut dan jangan pula
bersedih, serta bergembiralah dengan surga yang dijanjikan Allah kepada
kamu". (Q.s, Fushshilat/41:30).
Turunnya malaikat tersebut menurut
banyak ahli tafsir adalah ketika seseorang sedang menghadapi kematian. Ucapan
malaikat "janganlah kamu merasa takut" untuk menenangkan
mereka menghadapi maut dan sesudah maut, sedangkan kata-kata "jangan
bersedih" untuk menghilangkan
kesedihan mereka menyangkut persoalan dunia seperti anak, isteri, dan harta
yang ditinggalkannya.
Sebaliknya, Alquran menggambarkan
keadaan orang-orang kafir ketika menghadapi kematian, sebagaimana firman
Allah:
“Kalau
sekiranya kamu dapat melihat malaikat-malaikat mencabut nyawa orang-orang kafir
seraya memukul muka dan belakang mereka serta berkata: “Rasakanlah
olehmu siksa yang pedih/membakar”
(Q.s, Al-Anfal/8:50).
Alangkah
dahsyatnya sekiranya kita melihat di waktu orang-orang yang zhalim berada dalam
tekanan-tekanan sakarat al-maut, sedang para malaikat memukul dengan
tangannya sambil berkata:
Keluarlah nyawamu !. Di hari ini, kamu dibalas dengan siksaan yang
sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah perkataan yang
tidak benar, dan karena kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya
(Q.s, Al-An’am/6:93).
Di sisi lain, manusia dapat menghibur
dirinya dalam menghadapi kematian dengan jalan selalu mengingat dan meyakini
bahwa semua manusia pasti akan mati. Tidak seorang pun akan luput darinya,
karena kematian adalah resiko hidup. Keyakinan akan kehadiran maut bagi setiap
jiwa dapat membantu meringankan beban musibah kematian. Kerena, seperti
diketahui bahwa semakin banyak yang terlibat dalam kegembiraan, semakin besar
pengaruh kegembiraan itu pada jiwanya. Sebaliknya, semakin banyak yang tertimpa
atau terlibat musibah, semakin ringan musibah itu dipikul.
Demikianlah al-Quran menggambarkan
kematian yang akan dialami oleh manusia taat dan durhaka, dan demikian pula
al-Quran menginformasikan tentang kematian yang dapat mengantar seorang mukmin
agar tidak merasa khawatir menghadapinya. Sedangkan bagi orang yang tidak
beriman atau yang durhaka ditantang untuk bersiap-siap menghadapi berbagai ancaman
dan siksaan.
3.
Kehidupan Manusia Setelah Mati
Dalam
sejarah perjalanan hidupnya manusia akan mengalami empat alam; yaitu alam rahim , alam dunia,
alam barzah, dan alam akhirat.
a. Alam Rahim
Alam Rahim adalah suatu alam
ketika kita berada dalam perut sang ibu. Alam rahim termasuk ke dalam alam gaib
nisbi, dimana manusia masih berada dalam pra konsepsi yaitu suatu proses
penciptaan wujud, baik jasmaninya maupun rohaninya. Alam ini tidak diketahui
secara pasti oleh manusia, karena itu disebut sebagai alam gaib nisbi. Melalui
pengembangan Ilmu pengetahuan, manusia sanggup menjangkau bagian-bagian dari
apa yang terjadi di alam rahim perkembangan sang janin dapat dimonitor melalui
layar komputer dengan teknologi modern. Status marital sang janin dapat
diketahui sejak berada dalam perut ibunya melalui USG. Namun masih banyak
hal-hal yang belum diketahui tentang alam rahim itu.
b. Alam Dunia
Alam Dunia biasa disebut sebagai
alam nyata karena dapat disentuh panca indrawi, dapat dilihat, diukur dan dirasankan
secara nyata. Fenomena kehidupan duniawi sangat menggiurkan. Karena
kegemerlapannya banyak orang yang lupa akan kehidupan di alam lain. Manusia
sebagai makhluk yang diciptakan Allah dengan potensi yang sempurna.
Kesempurnaannya berupa akal pikiran.
Dengan kesempurnaan potensinya, manusia diberi kebebasan untuk memlih jalan hidupnya sendiri. Namun agar tidak terjebak pada jalan hidup
yang keliru.
Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih diantara dua
jalan; yaitu jalan yang benar (Islam) dan jalan yang salah, sebagaimana firman-Nya: “Dan Kami tunjukkan kepada
manusia itu dua jalan [7].
Dalam ayat yang lain dijelaskan pula:
”Sesungguhnya Kami menunjukkan
manusia kepada dua jalan, sehingga adakalanya dia menjadi orang yang
bersyukur dan adakalanya dia kafir [8].
Untuk memilih salah satu jalan tersebut, potensi yang dimiliki manusia
berupa akan sanggup memilih jan hidup yang benar.
Alternatif jalan hidup yang
ditawarkan Allah kepada manusia dimaksudkan untuk membimbing manusia agar memperoleh
kebahagiaan abadi di dunia dan akhirat
Memilih jalan hidup, mengandung konsekuensi logis terhadap cara berpikir
dan berperilaku di dunia, dan sangat menentukan terhadap kelangsungan hidupnya,
baik di dunia maupun di alam lain yang akan dilaluinya (alam kubur dan alam
akhirat)
Konsekuensi
dari kemerdekaan dan kebebasan berikhtiar di dalam memilih jalan hidupnya,
manusia kelak akan diminta pertanggungjawaban segala amal perbuatannya semasa
hidup di dunia. Perbuatan manusia tidak akan dibalas amal perbuatannya
melainkan berdasarkan apa-apa yang telah mereka kerjakan[9]. Dan dalam ayat lain Allah menjelaskan pula:
“Demi jiwa (roh) manusia dan Tuhan yang menciptakannya. Maka Allah
pun mengilhamkan kepadanya, mana yang buruk dan mana yang baik. Sesungguhnya
berbahagialah orang-orang yang mensucikan jiwanya itu. Dan celakalah
orang-orang yang mengotorinya (Q.S.Asy-Syams/91:7-10).
Selain medapatkan balasan, manusia akan
diberikan kesempatan untu melihat amal perbuatannya sekalipun hanya sebesar
biji zarah. Firman Allah :
“Barangsiapa yang mengerjakan
kebaiikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya pula (Q.s, Al-Zalzalah/99:7-8).
Dari penjelasan di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa kehidupan manusia di alam dunia merupakan ujian, siapa
diantara mereka yang beriman dan beramal saleh, dan siapa yang kafir dan
berbuat dosa. Kehidupan di alam dunia sangat menentukan baik buruk nasib seseorang
di alam lainnya yaitu di alam Barzah dan alam akhirat.
c. Alam Barzah
Alam Barzah yang lazim
disebut sebagai alam kubur adalah alam yang memisahkan antara alam dunia
dengan alam akhirat. Barzakh secara
bahasa berarti pemisah. Alam barzakh berarti suatu priode antara kehidupan
dunia dan akhirat. Para ulama mengatakan bahwa kehidupan di alam barzakh
memungkinkan seseorang untuk melihat kehidupan dunia dan akhirat. Kehidupan di
sana bagaikan keberadaan dalam suatu ruangan terpisah yang dibuat dari kaca,
sehingga ke depan penghuninya dapat melihat hari kemudian, sedangkan ke
belakang mereka melihat kita yang hidup di pentas bumi ini. Hal ini didasarkan
kepada firman Allah yang melukiskan
keadaan orang-orang kafir setelah terjadinya kematian dan berada di alam
Barzakh, seperti berikut:
“Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh siksa yang amat buruk. Kepada mereka
ditampakkan neraka pada pagi dan petang.
Dan (nanti) pada hari terjadinya kiamat (dikatakan kepada malaikat):
Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras” (Q.S.(40):45-46).
Selain di dalam
al-Quran, Rasulullah juga di dalam Haditsnya menjelaskan tentang bagaimana
keadaan orang yang sudah meninggal, seperti berikut:
“Sesungguhnya yang meninggal mengetahui
siapa yang memandikannya, yang mengangkatnya, yang mengafaninya, dan siapa yang
menurunkannya ke kubur”. (H.R.Ahmad bin
Hanbal, Ath-Thabrani, Ibnu Abi Ad-Dunya dan Ibnu Majah).
Dalam Hadits yang lain, Rasulullah menjelaskan pula,
bahwa:
Apabila salah seorang di antara kamu meninggal, maka diperlihatkan
kepadanya setiap pagi dan petang tempat tinggalnya kelak. Kalau dia penghuni
surga, maka (diperlihatkan kepadanya tempat) penghuni surga; dan kalau penghuni
neraka, maka diperlihatkan (tempat) penghuni neraka. Disampaikan kepadanya
bahwa inilah tempatmu sampai Allah membangkitkanmu ke sana (HR.Bukhari).
Dari ayat al-Quran dan Hadits di atas,
jelaslah kepada kita bahwa kehidupan di alam barzakh itu ada seperti yang
digambarkan di atas, yakni merupakan alam pembatas antara alam dunia dan alam
akhirat. Keadaan manusia di sana mengetahui tentang keadaan manusia yang masih
hidup dan apa yang akan dialaminya nanti. Adapun mengenai adanya siksa kubur,
banyak keterangan yang menjelaskan bahwa manusia selama berada di alam kubur
(barzakh), ketika menanti datangnya hari kiamat itu ada yang mengalami siksaan
berupa berbagai macam penderitaan dan ada pula yang mengalami kesenangan dan
ketenangan sesuai dengan amal perbuatannya ketika di dunia. Bagi orang yang
beriman dan beramal sholeh, keadaannya
di alam barzakh seperti orang yang tidur, sehingga tatkala datang hari kiamat
dan yaum al-ba’ats mereka akan bangkit sepeti orang bangun dari tidurnya yang
seolah-olah hanya merasakan satu malam saja. Sedangkan bagi orang yang durhaka
kepada Aallah, mereka akan mengalami penderitaan yang berkepanjangan sampai
datangnya hari kiamat.
Dari
alam barzakh tersebut, manusia akan mengalami kebangkitan kembali pada
hari kiamat yang didahului dengan musnahnya alam semesta ini. Jadi pada hari itu akan
matilah seluruh makhluk yang masih hidup. Bumi pun akan berganti, bukannya bumi
dan langit yang sekarang ini. Selanjutnya Allah merubah alam ini menjadi alam
akhirat. Di situlah seluruh makhluk akan dibangkitkan, yakni dihidupkan lagi setelah
mereka mati yang biasa disebut dengan yaum al-ba'ats. Pada hari itu ruh
manusia dikembalikan ke dalam tubuhnya dan dengan demikian mereka akan
mengalami kehidupan yang kedua kalinya. Tidak ada seorang pun yang dapat
mengetahui dengan sebenarnya tentang pertumbuhan hidup yang kedua ini. Seluruh
manusia ini akan berbeda-beda keadaannya di waktu dibangkitkan nanti. Perbedaan
itu amat besar dan menyolok sekali dan ini adalah sesuai dengan amalan-amalan
yang mereka lakukan di dunia sekarang ini. Maka barangsiapa yang benar
kepercayaannya dan baik pula amal perbuatannya, juga suci jiwa dan hatinya,
maka itulah yang tersempurna tubuh dan ruhnya. Sebaliknya barangsiapa yang
buruk amal perbuatannya dan rusak aqidahnya, maka itulah orang yang tidak
sempurna keadaan tubuh dan ruhnya.
Setelah manusia mengalami yaum
al-ba'ats, lalu mereka dikumpulkan,
kemudian digiring untuk berkumpul di padang Mahsyar. Setiap orang akan
dihisab, baik yang berupa kebaikan atau keburukan. Semua amal perbuatan manusia
akan ditampakkan pada saat itu, lalu ditimbang, dan itulah yang disebut yaum
al-mizan. Dan barangsiapa berat amal kebaikannya, maka dia akan berada
dalam kehidupan yang diridhai Allah, dan sebaliknya barangsiapa yang ringan
amal kebaikannya, maka dia akan dimasukkan ke dalam neraka, sebagaimana
dijelaskan Allah dalam firman-Nya:
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada
dalam kehidupan yang menyenangkan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan
(kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah” (Q.S.7:6-9).
Ayat
di atas menunjukkan bahwa manusia setelah mati, nasibnya akan ditentukan oleh
manusia itu sendiri. Dalam arti, apabila
perbuatannya ketika di dunia banyak melakukan amal saleh, maka ia akan
memperoleh kesenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya, apabila manusia itu ketika
hidup di dunia banyak melakukan kejahatan dan kejelekan, maka ia kelak di
akhirat akan termasuk kepada orang-orang yang merugi.
d. Alam Akhirat
Alam akhirat, yang
dimulai dengan hari kiamat (hari kehancuran alam semesta), kemudian
diikuti dengan yaum al-ba'ats (hari kebangkitan, atau kehidupan kembali
manusia), yaum al-hisab (hari perhitungan amal-amal manusia),
al-mizan (hari penimbangan amal baik dan amal buruk manusia), dan terakhir
surga (tempat kembali orang-orang yang beriman dan beramal saleh) atau neraka
(tempat kembali orang-orang kafir dan para pendosa).
Dan ditengah-tengah antara fase
dunia dan fase akhirat tersebut ada suatu rentang yang disebut dengan alam barzakh,
yaitu suatu alam penantian bagi manusia yang sudah meninggal menuju hari
kiamat. Mereka semua menanti kedatangan kiamat besar yang ditandai dengan
peniupan sangkakala pertama.
Manusia untuk mendapat kesenangan dan
kebahagiaan di akhirat, maka ia harus berusaha menjadi orang yang taat kepada
Allah ketika di dunia yakni dengan jalan melaksanakan segala perintahnya dan
menjauhi segala larangannya atau dengan kata lain memperbanyak amal saleh.
4.
Balasan dan Keadilan Tuhan
Allah swt. itu
bersifat dengan semua sifat kesempurnaan, dan salah satu sifat kesempurnaanNya
itu ialah keadilan dan kebijaksanaan. Dia adalah Maha Adil dan tidak akan
menganiaya atau merugikan seseorang pun
dari seluruh makhluknya. Dia juga Maha Bijaksana, maka Dia tidak akan
meletakkan sesuatu itu yang bukan pada tempatnya. Salah satu daripada keadilan
dan kebijaksanaan Allah itu ialah bahwa Dia tidak akan mempersamakan antara
orang yang berbakti dan taat dengan orang kafir dan durhaka, antara orang
mukmin dan orang musyrik, juga antara orang yang berbuat baik dan berbuat buruk
dan demikian seterusnya.
Allah swt. telah mengutus para
rasul-Nya dengan membawa keterangan-keterangan yang jelas dan bukti-bukti yang
nyata. Para rasul itu juga diberi kitab suci serta neraca keagamaan agar
dipergunakan untuk berbuat yang sedail-adilnya terhadap seluruh umat manusia.
Dengan ajakan para rasul itu, maka ada sebagian golongan yang memperoleh
petunjuk sehingga berbakti dengan sebaik-baiknya kepada Allah. Tetapi, ada pula
sebagian golongan lainnya yang menyeleweng dari petunjuk yang benar tadi,
sehingga ia tidak memiliki kepercayaan atau akidah yang benar dan tidak pula
mengetahui tata cara peribadatan yang shalih dan diridhai Allah dan bahkan
tidak mengerti apa yang dinamakan amal perbuatan yang terpuji dan berpahala itu.
Kedua golongan tersebut, yakni yang
berbakti dan durhaka itu masing-masing sudah menghabiskan masa hidupnya, tetapi
berbeda jauh apa yang dilaksanakan selama hayatnya itu. Golongan pertama, yang
berjuang dengan segala tenaga dan kekuatan untuk meninggikan kalimah Allah
untuk membela agama Allah, berani berkurban fi sabilillah, dan golongan kedua
ia juga berjuang mati-matian untuk mencapai kepuasan syahwatnya untuk
memperoleh kesenangan dunia yang bersifat sementara. Ia berjalan dengan menaiki
kendaraan syetan, hanya menuruti kehendak nafsunya yang selalu mengajak ke
jalan kejahatan dan keburukan.
Oleh
karenanya, amat tidak adil dan amat tidak bijaksana jika kedua golongan itu
nanti tidak dibeda-bedakan tempat kediamannya. Setiap kali pikiran yang sehat pasti
akan menentukan bahwa ketiadaan perbedaan itu tidak boleh sama sekali. Begitu
juga bagi Allah swt. sebagai Dzat yang seadil-adilnya di antara semua yang
berbuat keadilan dan sebijaksana-bijaksananya di antara semua yang berlaku
bijaksana. Allah pasti akan membedakan kedua tempat orang tersebut, dalam arti
bahwa orang-orang yang taat kepada Allah pasti akan mendapat balasan berupa
kebaikan, sedangkan yang tidak taat kepada Allah pasti akan mendapat siksaan.
Allah swt. akan memperhitungkan segala
amal perbuatan manusia yang dilakukannya ketika di dunia. Dan Allah akan
menghisab dan menimbangnya kelak di yaum alhisab. Segala akibat dari hasil
perhitungan dan penimbangan itu tergantung kepada banyak atau sedikitnya amal
seseorang.
5.
Surga dan Neraka dalam Konsep Islam
Surga
yang dalam bahasa Arab disebut Jannah secara bahasa berarti taman yang
terdiri dari pohon-pohonan, seperti kurma dan lain-lainnya. Kata ini diambil
dari lafadz janna yang artinya menutupi. Disebut demikian, karena
pohon-pohon yang ada di dalamnya amat rindang daunnya, rimbun sekali, sedang
cabang-cabang dari pohon yang satu bertaut dengan cabang-cabang dari pohon
lainnya, sehingga pohon-pohon itu dapat digunakan untuk berteduh di bawahnya.
Adapun yang dimaksud surga secara
istilah syara ialah suatu tempat kediaman yang disediakan Allah swt. untuk
hamba-hambaNya yang beriman dan bertaqwa kepadaNya, sebagai balasan kepada
mereka atas keimanannya yang benar serta amal perbuatannya yang saleh.
Surga itu dalam al-Quran namanya
disebutkan bermacam-macam, seperti Jannah al-Ma'wa (surga tempat
kembali), Jannah al-'Adn (surga sebagai tempat tinggal yang kekal), Dar
al-Khuld (perumahan yang kekal), Firdaus (paradiso), Dar al-Salam
(perumahan kesejahteraan), Dar al-Maqamah (perumahan ketenangan), Jannah
al-Na'im (taman kenikmatan), Maqam Amin (Kedudukan Sentausa), dan
lain-lainnya.
Dalam al-Quran juga disebutkaan bahwa
luasnya surga itu seluas langit dan bumi. Dan pernah Nabi ditanya tentang
tempat neraka, yaitu: Kalau luas surga itu seluas langit dan bumi ini, maka
dimanakah tempat neraka? Beliau menjawab tentang hal ini dengan jawaban: "Maha
suci Allah, di manakah malam jikalau siang sudah datang".
Surga itu tidak akan dimasuki
melainkan oleh orang yang benar-benar mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik
dan mulia serta bersifat dengan berbagai keutamaan dan keluhuran. Dan Allah
swt. menjelaskan tentang sifat-sifat dan keadaan surga yakni bahwa
kenikmataan-kenikmatan yang ada di dalamnya itu adalah kekal, kesukacitaan di
dalamnya tidak akan pernah habis dan apa saja yang terdapat di dalamnya
benar-benar tidak ada hitungannya.
Allah menggambarkan surga itu sebagai
tempat yang penuh dengan keindahan dan kenikmatan yang di dalamnya ada
sungai-sungai yang mengalir di bawah gedung-gedung dan istana-istana yang
besar-besar dan indah. Di dalam surga itu tersedia berbagai macam buah-buahan
dan daging burung. Selain itu, di dalam surga itu disediakan pelayan-pelayan
yang baik rupanya dan indah pula pakaiannya yang siap melayani penghuninya, dan
masih banyak lagi kenikmatan dan keindahan surga, sebagaimana digambarkan Allah
dalam al-Quran.
Surga itu tidak akan dimasuki
melainkan oleh orang yang benar-benar mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik
dan mulia serta bersifat dengan berbagai keutamaan dan keluhuran. Di dalam
al-Quran, Allah swt. menjelaskan tentang surga itu yang digambarkan dengan
suatu tempat yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan-kenikamatan tersebut
bersifat kekal dan kesukacitaan di dalamnya tidak akan pernah habis dan apa saja
yang terdapat di dalamnya benar-benar tidak akan ada hitungannya.
Di dalam surga itu ada sungai-sungai
yang banyak sekali dan bercabang-cabang pula, airnya meluap dan tidak ada
keringnya. Sungai-sungai itu mengalir di bawah gedung-gedung dan istana-istana
yang besar-besar lagi indah, yang di dalamnya penuh tersedia berbagai macam
keindahan.
Penghuni-penghuni surga itu setiap
dikaruniai rizki yang berupa buah-buahan, mereka senantiasa berkata: "Inilah
yang pernah kita peroleh sebelum sekarang ini". Memang yang diberikan
kepada mereka itu serupa dengan yang
lalu, tetapi yang jelas hanya serupa dalam bentuknya, sedangkan rasa dan
kenikmatannya itu tidaklah sama.
Rizki yang berupa makanan dan minuman
yang diberikan kepada para ahli surga itu dilayani oleh bujang-bujang yang
tetap tinggal muda dan mereka itu adalah bagaikan mutiara yang bertaburan
karena sangat molek, rupawan dan indah pula pakaian-pakaiannya. Adapun
bujang-bujang pelayan itu sama membawa piring-piring, wadah-wadah dan
gelas-gelas dari emas, di dalamnya penuh dengan mkanan dan minuman yang
menggiurkan, sangat diingini oleh hati dan sedap dipandang mata.
Selain itu, juga banyak lagi al-Quran
menjelaskan tentang berbagai kenikmatan di surga itu, yang pada intinya surga
itu merupakan tempat yang penuh dengan berbagai kesenangan dan kenikmatan. Di
dalam al-Quran juga dijelaskan bahwa di dalam surga itu tidak terdengar sama
sekali omongan kosong atau percakapan yang menyebabkan dosa. Yang terdengar
ialah kata-kata memahasucikan Allah serta ucapan salam antara yang seorang
dengan yang lainnya, juga salam Tuhan kepada kaum mukminin.
Adapun kenikmatan para ahli surga yang
tertinggi itu ialah bahwa mereka dapat menyaksikan sendiri pada Allah Azza
wa Jalla, dapat bermunajat denganNya serta merasa bahagia karena
mendapatkan keridhaanNya. Para penghuni surga itu di dalamnya kekal, mereka
tidak akan mengaalami kematian dan tidak pula dihinggapi oleh kebinasaan dan
kerusakan.
Kebalikan dari surga adalah neraka.
Kalau di dalam surga Allah akan memberikan balasan kepada orang-orang yang
beriman dan beramal saleh dengan kenikmatan, sedangkan kepada orang yang
durhaka dan bersalah, Allah akan memberikan balasan berupa siksaan. Neraka itu
sendiri bermacam-macam di antaranya ada neraka hawiyah, neraka lazha, neraka
sa'ir, neraka saqar dan neraka huthamah, neraka jahim dan neraka jahannam.
Dalam al-Quran, Allah swt. banyak
memberikan sifat-sifat keadaan neraka itu sebagai suatu tempat yang sangat
mengerikan, bahkan apabila kita memikirkannya rasanya akan berubanlah rambut
setiap pemuda remaja dan akan copotlah kiranya ulu hati setiap manusia. Memang
dibuat sedemikian mengerikannya agar semua orang yang tersesat dari jalan yang
lurus dapat kembali ke jalan yang benar dan yang durhaka bertaubat dari
kedurhakaannya. Allah swt. menjelaskan bahwa bahan bakarnya saja neraka itu
ialah manusia dan batu.
Neraka itu tidak akan puas dengan
banyaknya apa saja yang dimasukkan ke dalamnya. Jadi ia senantiasa meminta ditambah, sehingga tidak terdapat lagi di situ
suatu tempat yang kosong. Di dalam neraka itu para penghuninya diberi makanan
yang berupa pohon zaqqum yaitu sebuah pohon yang termasuk dalam golongan yang
paling buruk, pahit rasanya, bacin baunya dan bahkan berduri. Adapun pakaian
ahli neraka itu berupa api juga, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firmanNya:
Inilah dua golongan yang berlawanan, mereka memperselisihkan tentang
Tuhannya. Maka orang-orang yang kafir, untuk mereka itu dibuatkanlah pakaian
dari api dan disiramkan di atas kepala mereka itu air yang mendidih. Apa yang
ada di dalam perut dan juga kulit mereka menjadi hanyut (cair) karenanya. Dan
untuk hukuman mereka disediakan cemeti besi. Setiap mereka hendak keluar dari
dalamnya karena kesedihan, lalu mereka dikembalikan lagi ke dalamnya dan
dikatakanlah kepada mereka itu: Rasakanlah olehmu semua siksa yang membakar ini
(Q.S.Al-Haj:19-22).
Adapun para penghuni neraka itu
digambarkan oleh Allah bahwa mereka tidak
mati dan tidak pula hidup. Dan para penghuni neraka
itu terhalang pula dari rahmat Allah. Bahkan di dalam ayat yang lain, Allah
menggambarkan bentuk siksa neraka itu dengan sehebat-hebatnya, yaitu apabila
kulit mereka itu sudah hangus, kemudian diganti dengan kulit yang lain, supaya
mereka merasakan benar-benar sakitnya siksaan itu. Mengenai orang mukmin yang masuk neraka dalam sebuah hadits
yang shahih dijelaskan bahwa orang mukmin itu tidak akan kekal di neraka
tersebut. Apabila orang mukmin itu melakukan dosa-dosa besar sampai berulang
kali dan bertimbun-timbun dan belum lagi terbalas dengan diberi hukuman had,
sebagaimana ditetapkan dalam syari'at Islam, tidak pula disusuli dengan taubat
yang nasuha, juga tidak terhapus dengan sebab memperoleh musibah yang disertai
kesabaran atau hal-hal lain yang dapat menyebaabkan terhapusnya dosa itu, maka tentulah
ia akan dihisab amalannya. Nanti amalan mereka itu akan ditimbang antara amal
perbuatan yang baik dan juga semua kemaksiatan-kemaksiatan yang dilakukan yang
belum sempat ditaubati itu. Sekiranya kebaikannya yang akan menang, tentulah ia
dapat dimasukkan ke dalam surga. Adapun kalau keburukannya itu lebih berat
timbangannya dari kebaikannya, maka ia akan masuk neraka. Disitulah ia akan
disiksa sesuai dengan kadar apa yang telah diamalkan dan sesuai pula dengan
dosa yang telah ditimbun serta setimpal pula bentuk hukuman yang akan
diterimanya. Setelah cukup masa hukumannya, ia pun akan keluar dari neraka tadi
dengan tubuh dan jiwa yang sudah suci. Ia akan memperoleh apa yang telah
dijanjikan oleh Allah yang berupa pahala atas kebaikannya dan demikian itulah
cara penerapan dari keadilan dan kebijaksanaan Allah Azza wa Jalla.
Mengenai tidak kekalnya orang mukmin dalam neraka itu
disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa'id Al-Khudri
bahwasanya Nabi saw. bersabda:
Ahli surga akan masuk surga dan ahli neraka akan masuk neraka. Kemudian
Allah Ta'ala berfirman: "Keluarlah dari neraka itu siapa saja yang di
dalam hatinya ada keimanan sekalipun seberat biji sawi". Orang-orang itu
lalu keluar dari neraka dan tubuhnya sudah hitam hangus. Mereka lalu dimasukkan
dalam sungai kehidupan (memberi semangat hidup kembali), lalu tumbuhlah
orang-orang tersebut sebagai tumbuhnya benih di samping tanah yang terkena air
bah (banjir). Tidaklah engkau mngetahui bahwa benih itu akan keluar
kekuning-kuningan dan berseri-seri (H.R.Bukhari, Muslim dan Nasa'i).
Selain itu, ada
sebuah hadits lain dari Anas r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:
“Akan keluar dari neraka siapa saja yang mengucapkan "La ilaha illa
Allah", sedang dalam kalbunya ada kebaikan seberat biji kacang. Akan
keluar dari neraka siapa saja yang mengucapkan "La ilaha illa Allah",
sedang dalam kalbunya ada kebaikan seberaat gandum. Akan keluar dari neraka
siapa saja yang mengucapkan "La ilaaha illa Allah", sedang dalam kalbunya
ada kebaikan seberat debu” (H.R.Bukhari, Muslim dan Tirmidzi).
Demikianlah pandangan Islam tentang
surga dan neraka sebagai tempat terakhir bagi manusia. Dengan kata lain, bahwa
surga merupakan suatu tempat yang penuh dengan kesenangan dan sebagai balasan
bagi orang yang beriman dan beramal saleh. Sedangkan neraka merupakan tempat
kesengsaraan dan penderitaan sebagai balasan bagi orang yang durhaka kepada
Allah swt ketika hidup di dunia. Sedangkan dalam pandangan orang-orang
Mu’tazilah ada suatu istilah yang
disebut dengan al-manzilah baina al-manzilatain, yaitu posisi menengah bagi
orang-orang Islam yang melakukan durhaka kepada Allah (pembuat dosa besar).
Bagi orang-orang yang berbuat dosa besar, itu bukanlah mu’min, karena imannya
tidak sempurna dan bukan pula kafir, karena mereka masih percaya kepada Allah
dan Nabi Muhammad. Orang-orang seperti
itu, karena bukan mu’min, maka mereka tidak bisa masuk surga, dan karena bukan
kafir, maka mereka tidak mesti masuk neraka. Ia seharusnya ditempatkan di luar
surga dan di luar neraka. Tetapi karena di akhirat tidak ada tempat selain dari
surga dan neraka, maka pembuat dosa besar itu harus dimasukkan ke dalam salah
satu tempat ini. Oleh karena itu, mereka masuk neraka, tetapi siksaannya lebih
ringan dari orang-orang kafir. Begitulah menurut paham Mu’tazilah.
Referensi
Al-Sayyid Sabiq (1990), Aqidah
Islam: Pola Hidup Manusia Beriman (terj.), Bandung: Diponegoro.
Rahman, Fazlur (2000), Filsafat Shadra, Bandung: Pustaka.
Shadra, Mulla, Kearifan Puncak, Terjemahan, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2001.
Shihab, M.Quraish (1996), Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu’I atas
Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan.
Nasution, Harun (1986),
Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan Jakarta: UI Press.
Mahmud Syaltout (1967), Islam sebagai Aqidah dan Syari’ah
(terj.), Jakarta: Bulan Bintang.
Al-Maududi, Abul A’la
(1975), Prinsip-prinsip Islam (terj.), Bandung: Al-Ma’arif.
[1] Q.s Al-Baqarah/2:28.
[2] Q.s Al-Baqarah/2:156.
[3] Q.s, Al-Hadid/57:20.
[4] Q.s, Al-Mulk/67:2.
[5] Q.s, Al-‘Araf/7:34.
[6] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1996, hal. 69
[7] Q.S.Al-Balad/90:10.
[8] Q.s. Al-Insan/76:3.
[9] Q.s.Al-A'raf/7:147.
0 Response to "Kematian"
Posting Komentar